Selasa, 13 Juni 2017

Nuzul al-Quran

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an member petunjuk tentang peroalan-persoalan akidah, syari’ah, dan akhlak, dengan jalan meletakkkan dasar-dasar principal mengenai persoalan-persoalan tersebut. Dan Allah SAW. menugaskan Rasulullah Saw. untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu. Mempelajari al-Qur’an adalah kewajiban dan ilmu yang mempelajari tentang al-Qur’an adalah ulumul Qur’an. Salah satu ruang lingkup dari ulumul Qur’an adalah nuzu>lul Qur’an.[1]
Nuzu<lul Qur’an merupakan salah satu peristiwa terpenting yang mesti untuk diketahui oleh ummat islam. Dimana pada peristiwa itu baginda Rasulullah SAW menerima wahyu dari Allah azza wajallah melalui perantara malaikat Jibril yang sampai sekarang kita masih bisa melihat, menyaksikan, bahkan kita baca untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Peristiwa nuzu<lul Qur’an yang disebutkan terjadi pada bulan Ramadhan tepatnya pada malam Lailatul qadr. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt dalam surah Al Qadr Ayat 1 yang berbunyi:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١

Terjemahan:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (QS>. Al-Qadr[97]:1).”[2]
Diturunkannya al-Qur’an yang merupakan wahyu dari Allah swt tentu memiliki tujuan yang revolusioner terhadap alam, khususnya terhadap kehidupan ummat manusia. Inilah yang mesti kita pelajari, kita pahami, serta kita kaji sehingga kita bisa memperoleh sebuah ilmu dari peristiwa nuzu<lul Qur’an.
Selain nuzu<lul Qur’an, salah satu hal yang menarik juga untuk dikaji adalah proses penulisan al-Qur’an itu sendiri, karena hal ini yang kemudian menjadi cikal bakal dari pengumpulan al-Qur’an yang telah sampai pada kita sekarang ini. Kaum muslim juga sebaiknya bersungguh-sungguh dalam menghafal dan mempelajari al-Qur’an, karena Nabi Saw. diperintahkan untuk mengajarkan al-Qur’an kepada umatnya.[3]
Berkaitan dengan argumen di atas maka penulis mencoba menjelaskan hal tersebut dalam makalah ini yakni tentang Nuzu<lul Qur’an serta penulisan al-Qur’an.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu:
1.      Apa pengertian nuzulul Qur’an dan al-Qur’an?
2.      Bagaimana proses turunnya al-Qur’an?
3.      Bagaimana proses penulisan al-Qur’an?

 BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Nuzul Al-Qur’an, dan Al-Qur’an
Secara bahasa, nuzu>l al-Qur’an terdiri dari kata nuzu>l dan al-Qur’an. Kata nuzu>l berarti turun, maka secara harfiah ilmu nuzu>l al-Qur’an adalah ilmu tentang turunnya al-Qur’an. Az-Zarqani melihat kata nuzu>l itu sebagai majaz dalam arti i’lam (pemberitahuan). Menurutnya, nuzu>l al-Qur’an adalah berita pemberitahuan al-Qur’an atau pemberitahuan Allah kepada manusia yang disampaikan melalui al-Qur’an.
Secara istilah, nuzu>l al-Qur’an adalah suat ilmu yang mengkaji tentang turunnya al-Qur’an, berasal dari Allah yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia (yang dimaksud adalah Nabi) yang penuh dengan sifat kemanusiaannya dan suasana manusiawi pula.[1]
Adapun defenisi al-Qur’an menurut bahasa adalah bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja قرأ yang berarti membaca, baik membaca dengan melihat tulisan ataupun dengan menghafal. Para ulama berbeda pendapat tentang lafad “Al-Qur’a>n” apakah lafadnya mempunyai hamzah atau tidak. Beberapa ulama yang dimaksud antara lain:
1.      Imam Syafi’i menyatakan bahwa lafad Al-Qur’a>n itu ditulis dan dibaca tanpa memakai huruf hamzah. Lafad Al-Qur’a>n menurutnya adalah suatu istilah khusus terhadap kitab yang ditirunkan kepada Nabi Muhammad saw.
2.      Al-Farr, menyatakan bahwa Al-Qur’a>n tidaklah berasal dari kata قرأ tetapi dari kata قر انن yang mengandung arti “petunjuk atau indikator”, sebab pada kenyataannya sebagian ayat al-Qur’an berfungsi sebagai qarinah atau petunjuk bagi apa yang dimaksud oleh ayat lain.
3.      Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata Al-Qur’a>n terambil dari kata قرن  yang berarti “menggabungkan” sebab al-Qur’an terdiri darisurah-surah dan ayat-ayat yang kemudian digabungkan satu sama lain menjadi mushaf.[2]
Secara istilah, ada beberapa pendapat tentang pengertian al-Qur’an, diantaranya:
1.      Dr. Abd. Al-Shabur Syahin mendefinisikan al-Qur’an sebagai “kalam Allah yang diturunkan ke dalam kalbu Muhammad saw. dengan perantara wahyu secara berangsur-angsur dalam bentuk ayat-ayat dan surah-surah sepanjang masa kerasulan (23 tahun), yang diawali dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah al_nas, dinukilkan secara mutawatir sebagai bukti yang mengandung mu’jizatatas kebenaran risalah Islam.”[3]
2.      Kalangan pakar ushul fiqh, fiqh dan bahasa arab mendefinisikan bahwa al_al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang lafadznya mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal al fatihah sampai akhir surah an-Nas.[4]

B.   Proses Turunnya al-Qur’an
Di kalangan para ulama pembicaraan tentang nuzul Al-Qur’an terbagi kepada dua fase, yakni fase alam ghaib dan alam syuhada. Fase alam ghaib adalah turunnya al-Qur’an dari al-Lawh al-Mahfuzh ke baitul Izzah di langit dunia. Sedangkan fase alam syuhada mulai dari Baitul Izzah kedua yang turun secara berangsur-angsur dibawa oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. sesuai situasi, keadaan dan pertanyaan yang muncul dari masyarakat ketika itu.[5]
1.      Turunnya al-Qur’an sekaligus.
Nuzul Al-Qur’an dari al-Lawh al-Mahfuzh ke baitul Izzah di langit dunia. Ibn Abbas mengemukakan bahwa al-Qur’an turun secara utuh di langit dunia pada malam Qadr, malam yang diberkati yang terdapat pada bulan Ramadhan. Allah berfirman dalam Kitab-Nya:
QS. al-Baqarah/ 2: 185

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ...
Terjemahnya:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil”…[6]


QS. al-Qadr/ 97: 1
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”[7]
QS. ad-Dhukan/ 44: 3
 إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ٣
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.[8]
Ketiga ayat ini saling menguatkan, karena malam yang diberkati adalah malam lailatul qadr dalam bulan Ramadhan. Tetapi zahir ayat-ayat ini bertentangan dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah, dimana Al-Qur’an turun kepada beliau secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Mengenai hal ini ada beberapa perbedaan pendapat, yakni:
a.       Ibnu Abbas dan sejumlah ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan turunnya  Qu’an dalam ketiga ayat diatas adalah turunnya Al-Qur’an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Al-Qur’an diturunkan kepada Rasul kita Muhammad saw. secara bertahap selama 23 tahun sesuai dengan peristiwa dan kejadian sejak beliau di utus sampai ia wafat.
b.      Asy Sya’bi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an dalam ketiga ayat diatas adalah permulaan turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah saw. permulaan turunnya Al-Qur’an dimulai pada malam lailatul qadar dibulan Ramadhan, yang merupakan malam yang diberkati. Kemudian turunnya itu secara berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23 tahun. Dengan demikian, Al-Qur’an hanya satu macam cara turun yakni secara bertahap kepada Rasulullah saw.
Kedua pendapat di atas memiliki dalil yang kuat dan dapat diterima sehingga pendapat yang kuat adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dua tahap. Pertama, diturunkan secara sekaligus pada malam lailatul qadar ke Baitul Izzah di langit bumi; kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara bengangsur-angsur selama 23 tahun.[9]
2.      Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur
Al-Qur-an diturunkan kepada Rasulullah saw. secara berangsur-angsur bukan sekaligus semuanya. Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian atau peristiwa pada saat itu. Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Ketika Nabi sedang berkhalwat di gua Hira pasa malam senin tanggal 17 ramadhan, tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw. dan ayat pertama yang turun sebagaimana yang sudah masyhur adalah lima ayat pertama surah al-Alaq.[10]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa al-Qur’an diturunkan secara bertahap adalah:
QS. asy-Syu’ara’/26: 192-195
وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ ١٩٣  عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ ١٩٤ بِلِسَانٍ عَرَبِيّٖ مُّبِينٖ ١٩٥
Terjemahnya:
“192. Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam; 193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril); 194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan; 195. dengan bahasa Arab yang jelas.”[11]
QS. al-Jaziyah/45: 2
تَنزِيلُ ٱلۡكِتَٰبِ مِنَ ٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَكِيمِ ٢
Terjemahnya:
“Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[12]
QS. al-Isra’/17: 106
وَقُرۡءَانٗا فَرَقۡنَٰهُ لِتَقۡرَأَهُۥ عَلَى ٱلنَّاسِ عَلَىٰ مُكۡثٖ وَنَزَّلۡنَٰهُ تَنزِيلٗا ١٠٦
Terjemahnya:
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”[13]
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang berbahasa arab; dan bahwa Jibril telah menurunkannya ke dalam hati Rasulullah saw. dan bahwa turunnya ini bukanlah turunnya yang pertama kali ke langit dunia. Tetapi yang dimaksudkan adalah turunnya al-Qur’an secara bertahap. Ungkapan (untuk arti menurunkan) dalam ayat-ayat di atas menggunakan kata tanzi<l bukannya inza<l. Ini menunjukan bahwa turunnya itu secara bertahap dan berangsur-angsur. Ulama bahasa membedakan antara inza>l dan tanzi>lTanzi>l berarti turun secara berangsur-angsur sedang inza>l hanya menunjukan turun atau menurunkan dalam arti umum.[14]
Sehingga bisa dikatakan bahwa ayat-ayat yang menggunakan kata inza>l atauanzala adalah menunjukkan al-Qur’an turun secara sekaligus ke Baitul Izzah di  langit dunia, misalnya pada ayat:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ[15]
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍ[16]
Sedangkan ayat yang menggunakan kata tanzi>l atau nazzala adalah menunjukkan penurunan al-Qur’an secara bertahap melalui malaikat Jibril kepada kabu Muhammad saw. misalnya pada ayat:
وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ ١٩٣ [17]

C.   Penulisan al-Qur’an
Menurut Syekh Abu Abdullah al-zanjani, orang Mesir kuno mempunyai tiga jenis tulisan yakni hieroglif, Herotik, dan Demotik. Dalam sejarahnya, tulisan demotik yang dianggap sebagai perkembangan tahap awal tulisan Arab. Para sejarawan Arab mengakui bahwa tulisan mereka berasal dari penduduk Hirah dan Anbar. Menurut al-Zanjani, tulisan Arab di Mekkkah dikenal melalui seseorang yang bernama Harb bin Umayyah bin Abu as-Syams. Pada masa Khulafaur Rasyidin, al-Qur’an ditulis dengan tulisan Kufi.[18]
Dr. Shubhiy Shalih mengatakan bahwa jam’u al-Qur’an mempunyai dua pengertian, yakni al-Hifzhu (menghapal) dan al-kitabah yakni menulis al-Qur’an pada benda-benda yang dapat ditulisi.[19]
Untuk penulisan ayat-ayat al-Qur’an, Rasulullah saw menunujuk beberapa sahabat sebagai jurutulis. Tugas mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasullullah saw. Bila ayat turun, maka Beliau akan memerintahkan sahabat untuk menuliskannya dan menunjukkkan tempat tersebut dalam surah. Mereka menulisnya dalam pelepah pada pelepah qurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.[20]
Hadis memberikan informasi yang beragam tentang jumlah maupun nama sahabat penghafal Qur’an. Yang paling sering disebut adalah Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal, Zayd ibn Tsabit, dan Abu Zayd al-Anshari. Sementara dalam laporan lain muncul nama selain keempat orang sahabat itu. Dalam Fihrist, ada tujuh nama penulis al-Qur’an, diantaranya ketiga orang di atas ditambah dengan empat orang yakni Ali Ibn Abi Thalib, Sa’d ibn Ubayd, Abu al-Darda, dan Ubayd ibn Mu’awiyah. Nama-nama lain yang sering muncul dalam riwayah yakni Utsman ibn Affan, Taamim al-Dari, Abdullah ibn Mas’ud, Salim ibn Ma’qil, Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub, dan Mujammi’ ibn Jariyah.[21]
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat al-Qur’an dengan yang lainnya (hadis Rasulullah misalnya), maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat menulis apapun selain al-Qur’an. Hal ini bisa dilihat dari hadis yang diriwayatkan Muslim dari Abi Sa’id al-Khudriy yang berbunyi:

لا تكتبوا عنّى غير القرأن ومن كتب عنّى غير القر أن فليمحه
Artinya:
“Janganlah kalian tulis dariku sesuatu kecuali al-Qur’an. Barangsiapa yang telah menulis dari (sumberku) selain al-Qur’an supaya menghapusnya.”
Menurut as-Suyuthiy, al-Qur’an telah ditulis sejak zaman Rasulullah saw. hanya saja belum terhimpun di dalam suatu tempat. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan sahabat diantaranya Ali bin Abi Thalib, Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas’ud telah menghafal seluruh isi al-Qur’an di masa Rasulullah saw.[22]
Adapun faktor yang mendorong penulisan al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
a.       Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya,
b.      Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mareka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat, adapaun tulisan akan terus terpelihara walaupun pada masa Nabi, al-Qur’an belum ditulis di tempat yang tentu.
Proses penulisan al-Qur’an pada masa Nabi ditulis tidak pada satu tempat, melainkan ditulis secara terpisah-pisah. Hal ini sepertinya bertitik tolak dari dua alasan berikut, yakni:
1.      Proses penurunan al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan ayat yang sudah turun terdahulu.
2.      Menertibkan ayat dan surat-surat al-Qur’an tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Oleh karena itu, terkadang ayat atau surat yang turun belakangan ditulis lebih dahulu ketimbang ayat atau surat yang turun terdahulu.[23]

 BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
1.      Nuzu>l al-Qur’an adalah suat ilmu yang mengkaji tentang turunnya al-Qur’an, berasal dari Allah yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia (yang dimaksud adalah Nabi) yang penuh dengan sifat kemanusiaannya dan suasana manusiawi pula. Al-Qur’an menurut bahasa adalah bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja قرأ yang berarti membaca, baik membaca dengan melihat tulisan ataupun dengan menghafal.
2.      Proses turunnya al-Qur’an dibagi menjadi dua fase, 1. Secara sekaligus, dari al-Lawh al-Mahfuzh ke baitul Izzah; 2. Secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril.
3.      Nabi Muhammad saw. setelah menerima ayat melalui malaikat Jibril lalu menyuruh juru tulisnya untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an di tempat-tempat tertentu dan menunjukkkan tempat tersebut dalam surah. Mereka menulisnya dalam pelepah pada pelepah qurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
B.   Implikasi
Adapun implikasi dari penulisan makalah ini agar kiranya pembaca dapat memahami materi yang telah dibahas pada makalah ini sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.






[1]Kadar M. Yusuf, Stusi Al-Qur’an, Edisi II (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2012), h. 15-16.
[2] A. Muhaimin Zen, Al-Qur’an asli: Sunni-Syi’ah Satu Kitab Suci (Cet. I; Jakarta: Nur al-Huda, 2012), h. 50.
[3]Abd al-Sabur Syahin, Hadis ‘an al-Qur’an (Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 2000), h. 15 seperti yang dikutip oleh Imran dalam karya tulisnya yang berjudul nuzu>l al-Qur’an.
[4]Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-madkhal li dirasat al-karim, Maktabah al Sunnah, Kairo, 1992 h. 7.
[5]M. Rusydi Khalid, Mengkaji Ilmu-Ilmu Qur’an (Cet. I; Makassar: Alaudddin University Press, 2011), h. 19.
[6]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005), h. 28.
[7]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 598.
[8]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 496.
[9]Manna> Khali<l al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n, diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (Cet. XIV; Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2014), h. 144-150.
[10]M. Hasbi ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilm al-Qur’an/Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 49.
[11]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 375.
[12]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 499.
[13]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 293.
[14]Manna> Khali<l al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n, diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, h. 154.
[15]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 598.
[16]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 496.
[17]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 375.
[18]Ibrahim al-Abyari, Sejarah Al-Qur’an (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1993), h. 121.
[19]Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum al-Qur’an (Cet. II; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 61.
[20]Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum al-Qur’an, h. 67.
[21]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 130.
[22]Manna> Khali<l al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n, diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, h. 187.
[23]Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an ( Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 39. 




[1]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat  (Cet. XIX; Bandung: Mizan, 1999), h. 33.
[2]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Revisi Terjemah (Bandung: Juma<natul ‘Ali<-Art, 2004), h. 589.
[3]Allamah M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an (Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 1995), h. 212. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar