BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an member petunjuk tentang peroalan-persoalan
akidah, syari’ah, dan akhlak, dengan jalan meletakkkan dasar-dasar principal
mengenai persoalan-persoalan tersebut. Dan Allah SAW. menugaskan Rasulullah
Saw. untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu. Mempelajari
al-Qur’an adalah kewajiban dan ilmu yang mempelajari tentang al-Qur’an adalah
ulumul Qur’an. Salah satu ruang lingkup dari ulumul Qur’an adalah nuzu>lul
Qur’an.[1]
Nuzu<lul Qur’an merupakan salah satu
peristiwa terpenting yang mesti untuk diketahui oleh ummat islam. Dimana pada
peristiwa itu baginda Rasulullah SAW menerima wahyu dari Allah azza wajallah
melalui perantara malaikat Jibril yang sampai sekarang kita masih bisa melihat,
menyaksikan, bahkan kita baca untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Peristiwa nuzu<lul Qur’an yang disebutkan terjadi pada
bulan Ramadhan tepatnya pada malam Lailatul qadr. Sebagaimana dijelaskan oleh
Allah swt dalam surah Al Qadr Ayat 1 yang berbunyi:
إِنَّآ
أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١
Terjemahan:
Diturunkannya al-Qur’an yang merupakan wahyu
dari Allah swt tentu memiliki tujuan yang revolusioner terhadap alam, khususnya
terhadap kehidupan ummat manusia. Inilah yang mesti kita pelajari, kita pahami,
serta kita kaji sehingga kita bisa memperoleh sebuah ilmu dari peristiwa nuzu<lul
Qur’an.
Selain nuzu<lul Qur’an, salah satu hal yang menarik juga
untuk dikaji adalah proses penulisan al-Qur’an itu sendiri, karena hal ini yang
kemudian menjadi cikal bakal dari pengumpulan al-Qur’an yang telah sampai pada
kita sekarang ini. Kaum muslim juga sebaiknya bersungguh-sungguh dalam
menghafal dan mempelajari al-Qur’an, karena Nabi Saw. diperintahkan untuk
mengajarkan al-Qur’an kepada umatnya.[3]
Berkaitan dengan argumen di atas maka penulis mencoba menjelaskan
hal tersebut dalam makalah ini yakni tentang Nuzu<lul Qur’an
serta penulisan al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa pengertian nuzulul Qur’an dan al-Qur’an?
2. Bagaimana proses turunnya al-Qur’an?
3. Bagaimana proses penulisan al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Nuzul Al-Qur’an, dan Al-Qur’an
Secara bahasa, nuzu>l
al-Qur’an terdiri dari kata nuzu>l dan al-Qur’an. Kata nuzu>l
berarti turun, maka secara harfiah ilmu nuzu>l al-Qur’an adalah
ilmu tentang turunnya al-Qur’an. Az-Zarqani melihat kata nuzu>l itu
sebagai majaz dalam arti i’lam (pemberitahuan). Menurutnya, nuzu>l
al-Qur’an adalah berita pemberitahuan al-Qur’an atau pemberitahuan Allah
kepada manusia yang disampaikan melalui al-Qur’an.
Secara istilah,
nuzu>l al-Qur’an adalah suat ilmu yang mengkaji tentang turunnya al-Qur’an,
berasal dari Allah yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia (yang
dimaksud adalah Nabi) yang penuh dengan sifat kemanusiaannya dan suasana
manusiawi pula.[1]
Adapun defenisi
al-Qur’an menurut bahasa adalah bentuk masdar (kata benda) dari kata
kerja قرأ yang berarti membaca, baik membaca
dengan melihat tulisan ataupun dengan menghafal. Para ulama berbeda pendapat
tentang lafad “Al-Qur’a>n” apakah lafadnya mempunyai hamzah atau
tidak. Beberapa ulama yang dimaksud antara lain:
1.
Imam Syafi’i menyatakan bahwa lafad Al-Qur’a>n itu ditulis dan
dibaca tanpa memakai huruf hamzah. Lafad Al-Qur’a>n menurutnya adalah
suatu istilah khusus terhadap kitab yang ditirunkan kepada Nabi Muhammad saw.
2.
Al-Farr, menyatakan bahwa Al-Qur’a>n tidaklah berasal dari kata قرأ
tetapi dari kata قر انن yang mengandung arti “petunjuk atau indikator”, sebab pada kenyataannya
sebagian ayat al-Qur’an berfungsi sebagai qarinah atau petunjuk bagi apa
yang dimaksud oleh ayat lain.
3.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata Al-Qur’a>n terambil dari kata قرن yang berarti “menggabungkan” sebab al-Qur’an terdiri darisurah-surah dan
ayat-ayat yang kemudian digabungkan satu sama lain menjadi mushaf.[2]
Secara istilah, ada beberapa pendapat tentang pengertian al-Qur’an,
diantaranya:
1.
Dr. Abd. Al-Shabur Syahin mendefinisikan al-Qur’an sebagai “kalam Allah
yang diturunkan ke dalam kalbu Muhammad saw. dengan perantara wahyu secara
berangsur-angsur dalam bentuk ayat-ayat dan surah-surah sepanjang masa
kerasulan (23 tahun), yang diawali dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan
surah al_nas, dinukilkan secara mutawatir sebagai bukti yang mengandung mu’jizatatas
kebenaran risalah Islam.”[3]
2.
Kalangan pakar ushul fiqh, fiqh dan bahasa arab mendefinisikan bahwa al_al-Qur’an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang lafadznya mengandung
mukjizat, membacanya bernilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir dan
ditulis pada mushaf, mulai dari awal al fatihah sampai akhir surah an-Nas.[4]
B. Proses
Turunnya al-Qur’an
Di kalangan
para ulama pembicaraan tentang nuzul Al-Qur’an terbagi kepada dua fase, yakni
fase alam ghaib dan alam syuhada. Fase alam ghaib adalah turunnya al-Qur’an
dari al-Lawh al-Mahfuzh ke baitul Izzah di langit dunia.
Sedangkan fase alam syuhada mulai dari Baitul Izzah kedua yang turun secara
berangsur-angsur dibawa oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. sesuai situasi,
keadaan dan pertanyaan yang muncul dari masyarakat ketika itu.[5]
1. Turunnya
al-Qur’an sekaligus.
Nuzul Al-Qur’an dari al-Lawh al-Mahfuzh ke
baitul Izzah di langit dunia. Ibn Abbas mengemukakan bahwa al-Qur’an turun
secara utuh di langit dunia pada malam Qadr, malam yang diberkati yang terdapat
pada bulan Ramadhan. Allah berfirman dalam Kitab-Nya:
QS. al-Baqarah/ 2: 185
شَهۡرُ
رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ
مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ...
Terjemahnya:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil”…[6]
QS. al-Qadr/ 97: 1
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ
ٱلۡقَدۡرِ ١
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”[7]
QS.
ad-Dhukan/ 44: 3
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ
مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ٣
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.[8]
Ketiga ayat ini saling menguatkan, karena malam yang diberkati adalah
malam lailatul qadr dalam bulan Ramadhan. Tetapi zahir ayat-ayat ini
bertentangan dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah, dimana Al-Qur’an
turun kepada beliau secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Mengenai hal ini
ada beberapa perbedaan pendapat, yakni:
a.
Ibnu
Abbas dan sejumlah ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan turunnya Qu’an dalam ketiga ayat diatas adalah
turunnya Al-Qur’an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat
menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Al-Qur’an diturunkan kepada
Rasul kita Muhammad saw. secara bertahap selama 23 tahun sesuai dengan
peristiwa dan kejadian sejak beliau di utus sampai ia wafat.
b.
Asy
Sya’bi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an dalam ketiga
ayat diatas adalah permulaan turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah saw.
permulaan turunnya Al-Qur’an dimulai pada malam lailatul qadar dibulan
Ramadhan, yang merupakan malam yang diberkati. Kemudian turunnya itu secara
berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa
selama kurang lebih 23 tahun. Dengan demikian, Al-Qur’an hanya satu macam cara
turun yakni secara bertahap kepada Rasulullah saw.
Kedua pendapat di atas
memiliki dalil yang kuat dan dapat diterima sehingga pendapat yang kuat adalah
bahwa al-Qur’an diturunkan dua tahap. Pertama, diturunkan secara sekaligus pada
malam lailatul qadar ke Baitul Izzah di langit bumi; kedua, diturunkan dari
langit dunia ke bumi secara bengangsur-angsur selama 23 tahun.[9]
2. Turunnya
al-Qur’an secara berangsur-angsur
Al-Qur-an diturunkan kepada Rasulullah saw. secara
berangsur-angsur bukan sekaligus semuanya. Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan
kejadian atau peristiwa pada saat itu. Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada
Nabi Ketika Nabi sedang berkhalwat di gua Hira pasa malam senin tanggal 17
ramadhan, tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw. dan ayat pertama yang
turun sebagaimana yang sudah masyhur adalah lima ayat pertama surah al-Alaq.[10]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa al-Qur’an
diturunkan secara bertahap adalah:
QS. asy-Syu’ara’/26: 192-195
وَإِنَّهُۥ
لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ ١٩٣ عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ
١٩٤ بِلِسَانٍ عَرَبِيّٖ مُّبِينٖ ١٩٥
Terjemahnya:
“192. Dan sesungguhnya
Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam; 193. dia dibawa
turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril); 194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan; 195.
dengan bahasa Arab yang jelas.”[11]
QS.
al-Jaziyah/45: 2
تَنزِيلُ
ٱلۡكِتَٰبِ مِنَ ٱللَّهِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَكِيمِ ٢
Terjemahnya:
“Kitab (ini) diturunkan
dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[12]
QS.
al-Isra’/17: 106
وَقُرۡءَانٗا
فَرَقۡنَٰهُ لِتَقۡرَأَهُۥ عَلَى ٱلنَّاسِ عَلَىٰ مُكۡثٖ وَنَزَّلۡنَٰهُ تَنزِيلٗا
١٠٦
Terjemahnya:
“Dan Al Quran itu telah
Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan
kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”[13]
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa al-Qur’an adalah
kalam Allah yang berbahasa arab; dan bahwa Jibril telah menurunkannya ke dalam
hati Rasulullah saw. dan bahwa turunnya ini bukanlah turunnya yang pertama kali
ke langit dunia. Tetapi yang dimaksudkan adalah turunnya al-Qur’an secara
bertahap. Ungkapan (untuk arti menurunkan) dalam ayat-ayat di atas menggunakan
kata tanzi<l bukannya inza<l. Ini menunjukan bahwa turunnya
itu secara bertahap dan berangsur-angsur. Ulama bahasa membedakan antara inza>l
dan tanzi>l. Tanzi>l
berarti turun secara berangsur-angsur sedang inza>l hanya
menunjukan turun atau menurunkan dalam arti umum.[14]
Sehingga bisa dikatakan bahwa ayat-ayat yang
menggunakan kata inza>l atauanzala adalah menunjukkan
al-Qur’an turun secara sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia, misalnya pada ayat:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ
ٱلۡقَدۡرِ[15]
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍ[16]
Sedangkan
ayat yang menggunakan kata tanzi>l atau nazzala adalah
menunjukkan penurunan al-Qur’an secara bertahap melalui malaikat Jibril kepada
kabu Muhammad saw. misalnya pada ayat:
وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ
ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ ١٩٣ [17]
C. Penulisan
al-Qur’an
Menurut Syekh
Abu Abdullah al-zanjani, orang Mesir kuno mempunyai tiga jenis tulisan yakni hieroglif,
Herotik, dan Demotik. Dalam sejarahnya, tulisan demotik yang
dianggap sebagai perkembangan tahap awal tulisan Arab. Para sejarawan Arab mengakui bahwa tulisan mereka berasal dari penduduk
Hirah dan Anbar. Menurut al-Zanjani, tulisan Arab di Mekkkah dikenal melalui
seseorang yang bernama Harb bin Umayyah bin Abu as-Syams. Pada masa
Khulafaur Rasyidin, al-Qur’an ditulis dengan tulisan Kufi.[18]
Dr. Shubhiy Shalih
mengatakan bahwa jam’u al-Qur’an mempunyai dua pengertian, yakni al-Hifzhu
(menghapal) dan al-kitabah yakni menulis al-Qur’an pada benda-benda yang
dapat ditulisi.[19]
Untuk penulisan
ayat-ayat al-Qur’an, Rasulullah saw menunujuk beberapa sahabat sebagai
jurutulis. Tugas
mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada
Rasullullah saw. Bila ayat turun, maka Beliau akan memerintahkan sahabat untuk
menuliskannya dan menunjukkkan tempat tersebut dalam surah. Mereka menulisnya
dalam pelepah pada pelepah qurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun
kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.[20]
Hadis memberikan informasi yang beragam tentang
jumlah maupun nama sahabat penghafal Qur’an. Yang paling sering disebut adalah
Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal, Zayd ibn Tsabit, dan Abu Zayd al-Anshari.
Sementara dalam laporan lain muncul nama selain keempat orang sahabat itu.
Dalam Fihrist, ada tujuh nama penulis al-Qur’an, diantaranya ketiga
orang di atas ditambah dengan empat orang yakni Ali Ibn Abi Thalib, Sa’d ibn
Ubayd, Abu al-Darda, dan Ubayd ibn Mu’awiyah. Nama-nama lain yang sering muncul
dalam riwayah yakni Utsman ibn Affan, Taamim al-Dari, Abdullah ibn Mas’ud,
Salim ibn Ma’qil, Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub, dan Mujammi’ ibn Jariyah.[21]
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya
ayat al-Qur’an dengan yang lainnya (hadis Rasulullah misalnya), maka beliau
tidak membenarkan seorang sahabat menulis apapun selain al-Qur’an. Hal ini bisa
dilihat dari hadis yang diriwayatkan Muslim dari Abi Sa’id al-Khudriy yang
berbunyi:
لا تكتبوا عنّى غير
القرأن ومن كتب عنّى غير القر أن فليمحه
Artinya:
“Janganlah kalian tulis dariku sesuatu kecuali al-Qur’an. Barangsiapa yang
telah menulis dari (sumberku) selain al-Qur’an supaya menghapusnya.”
Menurut as-Suyuthiy, al-Qur’an
telah ditulis sejak zaman Rasulullah saw. hanya saja belum terhimpun di dalam
suatu tempat. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan sahabat
diantaranya Ali bin Abi Thalib, Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit
dan Abdullah bin Mas’ud telah menghafal seluruh isi al-Qur’an di masa
Rasulullah saw.[22]
Adapun faktor yang mendorong
penulisan al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
a.
Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para
sahabatnya,
b.
Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak
dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mareka lupa atau
sebagian dari mereka sudah wafat, adapaun tulisan akan terus terpelihara
walaupun pada masa Nabi, al-Qur’an belum ditulis di tempat yang tentu.
Proses penulisan al-Qur’an pada masa Nabi ditulis tidak pada satu tempat,
melainkan ditulis secara terpisah-pisah. Hal ini sepertinya bertitik tolak dari
dua alasan berikut, yakni:
1.
Proses penurunan al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat
yang turun belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan ayat yang sudah turun
terdahulu.
2.
Menertibkan ayat dan surat-surat al-Qur’an tidak bertolak dari kronologi
turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya,
atau antara satu surat dengan surat yang lain. Oleh karena itu, terkadang ayat
atau surat yang turun belakangan ditulis lebih dahulu ketimbang ayat atau surat
yang turun terdahulu.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Nuzu>l
al-Qur’an
adalah suat ilmu yang mengkaji tentang turunnya al-Qur’an, berasal dari Allah
yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia (yang dimaksud adalah Nabi) yang
penuh dengan sifat kemanusiaannya dan suasana manusiawi pula. Al-Qur’an menurut
bahasa adalah bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja قرأ yang berarti membaca, baik membaca
dengan melihat tulisan ataupun dengan menghafal.
2. Proses
turunnya al-Qur’an dibagi menjadi dua fase, 1. Secara sekaligus, dari al-Lawh
al-Mahfuzh ke baitul Izzah; 2. Secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad
saw. melalui malaikat Jibril.
3.
Nabi Muhammad saw. setelah menerima
ayat melalui malaikat Jibril lalu menyuruh juru tulisnya untuk menulis
ayat-ayat al-Qur’an di tempat-tempat tertentu dan menunjukkkan tempat tersebut
dalam surah. Mereka menulisnya dalam pelepah pada pelepah qurma, lempengan
batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang
binatang.
B. Implikasi
Adapun implikasi dari penulisan
makalah ini agar kiranya pembaca dapat memahami materi yang telah dibahas pada
makalah ini sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis juga
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan penulisan selanjutnya.
[1]Kadar M. Yusuf, Stusi
Al-Qur’an, Edisi II (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2012), h. 15-16.
[2]
A. Muhaimin Zen, Al-Qur’an asli: Sunni-Syi’ah Satu Kitab Suci (Cet.
I; Jakarta: Nur al-Huda, 2012), h. 50.
[3]Abd
al-Sabur Syahin, Hadis ‘an al-Qur’an (Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 2000),
h. 15 seperti yang dikutip oleh Imran dalam karya tulisnya yang berjudul nuzu>l
al-Qur’an.
[4]Muhammad
bin Muhammad Abu Syahbah, al-madkhal li dirasat al-karim, Maktabah al
Sunnah, Kairo, 1992 h. 7.
[5]M. Rusydi Khalid, Mengkaji
Ilmu-Ilmu Qur’an (Cet. I; Makassar: Alaudddin University Press, 2011), h.
19.
[9]Manna>
Khali<l al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n,
diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (Cet. XIV; Jakarta: Pustaka Litera
AntarNusa, 2014), h. 144-150.
[10]M. Hasbi ash Shiddiqy, Sejarah
dan Pengantar Ilm al-Qur’an/Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 49.
[14]Manna>
Khali<l al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n,
diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, h. 154.
[18]Ibrahim al-Abyari, Sejarah
Al-Qur’an (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1993), h. 121.
[19]Kamaluddin
Marzuki, ‘Ulum al-Qur’an (Cet. II; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h.
61.
[21]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 130.
[22]Manna> Khali<l
al-Qat}t}a>n, Maba>h}is| Fi> ‘Ulu>mil Qur’a>n,
diterjemahkan oleh Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, h. 187.
[23]Aksin
Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an ( Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 39.
[1]M.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Cet. XIX; Bandung:
Mizan, 1999), h. 33.
[2]Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Edisi Revisi Terjemah (Bandung: Juma<natul ‘Ali<-Art,
2004), h. 589.
[3]Allamah
M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an (Cet. I; Bandung: Mizan
Pustaka, 1995), h. 212.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar