

Disampaikan dalam Forum Seminar Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Sosial dan Agama
pada Program Magister Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Semester I Tahun Akademik 2017
Oleh:
ASNIDAR SRIYULI
80100215025
Dosen
Pemandu:
Prof. Dr. H.
Mufasir Pababbari, M.Si.
Dr. H. Abdul
Rasyid Masri, M.Si., M.Pd.
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
setiap penelitian, setiap peneliti pasti membutuhkan teori- teori yang
berkaitan dengan objek yang akan dikaji dalam penelitinnya. Teori yang
digunakan atau diperoleh oleh peneliti adalah teori yang sudah teruji
kebenarannya atau dengan kata lain teori itu dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya dan dari sumber- sumber yang terpercaya. Maka dari itu dalam
setiap penelitian rujukan atau yang sering kita sebut sebagai daftar pustaka
sangat dianjurkan bahkan diwajibkan. Mengapa? Karena, apa-apa yang telah kita
jadikan sebuah rujukan haruslah relevan dan akurat dengan keadaan atau daftar
rujukan yang kita ambil.
Adapun
Penelitian biasanya diawali dengan ide-ide atau gagasan dan konsep-konsep yang
dihubungkan satu sama lain melalui hipotesis tentang hubungan yang diharapkan.
Ide-ide dan konsep-konsep untuk penelitian dapat bersumber dari gagasan
peneliti sendiri dan dapat juga bersumber dari sejumlah kumpulan pengetahuan
hasil kerja sebelumnya yang kita kenal juga sebagai literatur atau pustaka.
Literatur atau bahan pustaka ini kemudian kita jadikan sebagai referensi atau
landasan teoritis dalam penelitian.
Penelusuran
atau pencarian pustaka yang relevan seyogyanya juga dilakukan sebelum kegiatan
atau pelaksanaan penelitian itu berjalan. Kepustakaan atau literatur yang
dijadikan landasan dalam kajian teori ini akan memiliki arti dalam
mempertimbangkan cakupan penelitian yang sedang dikerjakan. Studi kepustakaan
ini juga memiliki peranan atau fungsi yang sangat penting.
Penelitian kualitatif
adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan
pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar
fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori
juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara
peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan
berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan;
sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan
teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas maka data
ditarik beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa
pengertian dari penelitian kualitatif?
2. Apa
landasan teoritis dalam penelitian kualitatif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penelitian Kualitatif
Metode
penelitian kualitatif sering disebut dengan metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); sering
juga disebut dengan metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih
banyak digunakan ntuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai
metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif.
Metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang
alamiah, dimana penelitiadalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan
hasil penelitian kualitatif lebihn menekankan makna dari pada generalisasi.
dalam penelitian kualitatif, manusia sebagai intrumen atau yang niasa disebut
sebagai human instrument. Untuk dapat menjadi intrumen, maka peneliti
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya,
menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih
jelas dan bermakna.[1]
Penelitian dengan pendekatan
kualitatif menekankan analisis proses dari proses berfikir secara induktif yang
berkaitan dengan dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dan senantiasa
menggunakan logika ilmiah.
Ada beberapa pendapat mengenai
pengertian kualitatif, diantaranya:
1.
Menurut menurut Sugiyono seperti yang dikutip oleh Imam Gunawan, masalah
dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentatif, dan berkembang dan
berganti setelah peneliti berada di lapangan.
2.
Menurut Flick, penelitian kualitatif merupaka keterkaitan spesifik pada
studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia
kehidupan. Metode ini diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek
penelitian yang meliputi orang, lembaga berdasarkan fakta yang tampil secara
apa adanya.
3.
Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada
latar dan individu secara holistik (utuh).[2]
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah
manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian
permukaan dari suatu realitas. Penelitian ini mengiterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari
lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku
mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting), yang alamiah (naturalistic)
bukan hasil dari (treatment) atau manupulasi variabel yang dilibatkan.
B.
Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif
Kajian penelitian kualitatif
berawal dari kelompok ahli sosiologi pada tahun 1920-1930, yang memantapkan
pentingnya penelitian kualitatif untuk mengkaji kelompok hidup manusia.[3]
Pada penelitian kualitatif,
teori dibatasi pada pengertian: suatu penyataan sistematis yang yang berkaitan
dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara
empiris. Orientasi atau perspektif teoritis adalah cara memandang dunia, asumsi
yang dianut orang tentang suatu yang penting, dan apa yang membuat dunia
bekerja.[4] Pada dasarnya landasan
teoritis dari penlitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada
fenomolofi. Seorang peneliti yang mengadakan penelitian kualitatif biasanya
beriorentasi pada teori yang sudah ada.
1.
Fenomenologis
Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki
sederet asumsi subjektif tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial.
Sosiologi fenomenologi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan
Alfred Schultz. Yang utama dari pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan
selalu berpijak kepada (yang
eksperiensial). Baginya, hubungan antarapersepsi dengan objek-objek pengalaman.
Prinsip ini yang kemudian menjadi
pijakan bagi setiap penelitian
kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas.
Upaya Schultz sendiri merupakan kelanjutan dari upaya
Husserl yakni mengkaji cara-cara anggota masyarakat menyusun dan membentuk
ulang alam kehidupan sehari-hari. Schultz menekankan bahwa kesadaran dan
interaksi bersifat saling membentuk. Ia mengatakan bahwa ilmu sosial semestinya
memusatkan perhatian pada cara-cara dunia (kehidupan) yang diciptakan dan
dialami oleh masyarakat. Perspektif subjektif merupakan satu-satunya jaminan
yang perlu dipertahankan agar dunia realitas sosial tidak akan pernah
digantikan oleh dunia fiktif.
Subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang tidak boleh dilupakan
ketika para peneliti sosial memaknai objek-objek sosial.[5]
Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami
arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu.
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bag
orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Yang ditekankan oleh kaum
fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk
masuk kedalam dunia konseptual para sunjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga
mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh
mereka di sekitar peritiwa dalam kehidupannya sehari-hari.[6]
Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai persfektif
filosofi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodelogi kualitatif.
Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada
pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi –interpretasi manusia.
Ada beberapa ciri pokok dari fenomenologi yang dilakukan
oleh peneliti fenomenologis, yaitu:
a.
Fenomenologis yang cenderung mempertentangkannya dengan ‘naturalisme’,
yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak
zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
b.
Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada
apa yang dinamakan oleh Husserl ‘Evidenz’ yang dalam hal ini merupakan
kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan
lainnya yang mencakupi sesuatu dari segi itu.
c.
Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada
dalam dunia alam dan budaya.
Para fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena
kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal yang lainnya daripada dirinya sendiri.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada kontrol diri
terhadap kesadaran terstruktur. Analisis fenomenologis berusaha mencari untuk
menguraikan ciri-ciri dunianya seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan,
dan apa yang tidak dan dengan aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan.[7]
2.
Interaksi simbolik
Bersamaan
dengan perspektif fenomologis, pendekatan ini berasumsi bahwa pengalaman
manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang,
situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya
sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan untuk mereka.
Aliran ini menunjang dan mewarnai
kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan atas interaksi simbolik adalah
asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi
orang dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya
makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari
orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak
ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain.[8]
Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan
pula ditentukan oleh kekuatan manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan
sesuatu dengan bantuan orang lain seperti orang-orang masa lalu, penulis,
keluarga, pemeran di televisi dan
pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar
tempat mereka bekerja atau
bermain, namun orang lain tidak melakukannya
untuk mereka. Melalui interaksi seseorang membentuk
pengertian. Orang dalam situasi tertentu (misalnya mahasiswa dalam ruang kuliah
tertentu) sering mengembangkan difinisi bersama (atau “perspektif bersama”
dalam bahasa interaksi simbolik) karena mereka secara teratur berhubungan dan
mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar belakang, tetapi kesepakatan
tidak merupakan keharusan. Di pihak
lain sebagian memegang “definisi kebersamaan” untuk menunjuk pada “kebenaran”,
suatu pengertian yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat oleh orang
yang melihat sesuatu dari sisi yang lain. Bila bertindak atas dasar definisi
tertentu, sesuatu barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada
orang seorang ada masalah, dan masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat
meniadakan yang lama, dengan kata lain dapat berubah. Bagaimana definisi itu
berubah atau berkembang merupakan pokok persoala yang diteliti.[9]
Dalam
interaksi simbolik terdapat beberapa prinsip dalam menafsirkan prilaku manusia.
Penganut interaksionis berasumsi bahwa analisis lengkap prilaku manusia akan
mampu menangkap makna simbul dalam interaksi.
Pakar sosiologi harus juga menangkap pola prilaku dan konsep diri. Konsep itu
beragam dan kompleks, verbal dan non verbal,
terkatakan dan tidak terkatakan.
Ada beberapa prinsip dari metodelogi yakni:
a.
Sosial
dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta, kita harus
mencari yang lebih jauh, yaitu mencari konteks seningga dapat ditangkap simbul
dan maknanya.
b.
Karena simbol
dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri obyek dengan
demikian menjadi penting.
c.
Peneliti harus sekaligus
mengaitkan antara social dengan jati diri dengan lingkungan
dan hubungan sosialnya.
Konsep jati diri
terkait dengan konsep sosiologik tentang struktur social dan lainnya.
d.
Hendaknya direkam stuasi yang
menggambarkan social dan maknanya, bukan hanya merekam fakta sensual saja.
e.
Metode-metode yang digunakan
hendaknya mampu mereflesikan bentuk prilaku dan prosesnya.
f.
Metode yang dipakai hendaknya
mampu menangkap makna di balik interaksi. Kadangkala ada interaksi yang
menunjuk tentang perbedaan hasil penelitian pada daerah kasus yang sama. Perlu dipertimbangkan bahwa banyak sekali kemungkinan
terjadinya perbedaan hasil penelitian, karena memang obyek yang diobservasi
berbeda , atau analisisnya berbeda, atau yang dipertanyakan berbeda.
g.
Sesitizing (yaitu sekedar mengarahkan pemikiran) itu yang cocok dengan
interaksionisme simbolik dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan
menjadi yang lebih operasional menjadi scientific concepts.
Bila
prinsip ketujuh ini digunakan, nampaknya mengembangkan interaksionisme simbolik
yang phenomologik akan mengarah ke pemikiran statistik kuantitatif.[10]
3.
Etnometodologi
Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjukkan pada mata pelajaran
yang akan diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana
individu menciptakan dan memahami kehidupan sehari-hari. Subjek etnometodologi
bukanlah anggota suku-suku terasing, melainkan orang-orang dalam berbagai macam
situasi pada masyarakat kita. Etnometodologi berusaha
bagaimana orang-orang melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia
tempat mereka.[11]
Sejumlah orang berpendidikan teah terpengaruhi oleh
pendekatan ini. Pekerjaan mereka kadang-kadang sukar dipisahkan dari pekerjaan
peneliti kualitatif lainnya. Mereka cenderung melakukan pekerjaan-pekerjaan
tentang isu yang besifat mikro, dengan pengungkapan dan kosa kata khusus, dan
dengan tindakan dengan rinci dan pengertian. Penelitian demikian menggunakan
istilah-istilah pengertian secara common sense, kehidupan sehari-hari,
dan memperhitungkan. Menurut pada etnometodolog, penelitian bukanlah
merupakanusaha ilmiah yang unik, melainkan lebih merupakan penyelesaian
praktis. Mereka menyarankan agar kita melihat secara hati-hati pada pengertian
akal sehat tempat pengumpulan data itu dilakukan. Mereka mendorong peneliti
untuk bekerja dengan cara kualitatif untuk lebih peka terhadap kebutuhan
tertentu menurut mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat,
pandangan mereka sendiri, daripada mempertimbangkannya.
Selain landasan teoretis tersebut di atas dalam
penelitian kualitatif dimanfaatkan juga apa yang dinamakan pendekatan (approach).
Pendekatan penelitian kualitatif merupakan cara berpikir umum tentang cara
melakukan penelitian kualitatif. [12]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana penelitiadalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif
lebihn menekankan makna dari pada generalisasi. dalam penelitian kualitatif,
manusia sebagai intrumen atau yang niasa disebut sebagai human instrument.
2. Landasan
teoritis penelitian kualitatif yakni:
a. Fenomenologis
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui
arti sesuatu bag orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Yang ditekankan
oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang.
b. Interaksi
simbolik
Aliran ini
menunjang dan mewarnai kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan atas
interaksi simbolik adalah asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat
interpretasi. Obyek, situasi orang dan peristiwa tidak memiliki maknanya
sendiri. Adanya dan terjadinya makna dari berbagai hal tersebut karena diberi
berdasarkan interpretasi dari orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja
otonom dan juga tidak ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun
yang lain
c. Etnometodologi
Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan
dan memahami kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Adapun
implikasi dari penulisan makalah ini agar kiranya pembaca dapat memahami materi
yang telah dibahas pada makalah ini sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan
Praktik. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Kastowo Jatilawang, Teori-Teori
Pendukung Penelitian Kualitatif Dan Penyusunan Kerangka Konseptual,
(artikel) http://jatilawang-tulisan.blogspot.co.id/2011/04/teori-teori-pendukung-penelitian.html
(13
April 2017)
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,
Cet. XIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cet.
XXIV; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
Moh. Najib, Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif, diposting tanggal 18 maret 2013, http://my-dock.blogspot.co.id/2013/03/dasar-theoritis-penelitian kualitatif.html, diakses tanggal 5 April 2017
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook Of
Qualitative Research, diterjemahkan oleh Dariyatno dkk, Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009
Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif, Equilibrium,
Vol. V, No. 9, Januari-Juni 2009.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008.
[1]Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif (Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008), h. 2
[2]Imam
Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. III;
Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 82
[3]Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif (Equilibrium, Vol. V, No.
9, Januari-Juni 2009), h. 2.
[4]Lexi
J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Cet. XIII; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 8.
[5]Norman
K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research,
diterjemahkan oleh Dariyatno dkk, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
h. 336.
[7]Lexi
J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXIV;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 15-16.
[8]Kastowo
Jatilawang, Teori-Teori Pendukung Penelitian Kualitatif Dan Penyusunan
Kerangka Konseptual, (artikel) http://jatilawang-tulisan.blogspot.co.id/2011/04/teori-teori-pendukung-penelitian.html
(13
April 2017)
[10]Moh.
Najib, Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif,
diposting tanggal 18 maret 2013, http://my-dock.blogspot.co.id/2013/03/dasar-theoritis-penelitian-kualitatif.html, diakses tanggal 5 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar