Selasa, 13 Juni 2017

Penelitian Kualitatif

DASAR TEORITIS PENELITIAN KUALITATIF


Disampaikan dalam Forum Seminar Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Sosial dan Agama
pada Program Magister Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Semester I Tahun Akademik 2017

Oleh:
ASNIDAR SRIYULI
80100215025


Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Mufasir Pababbari, M.Si.
Dr. H. Abdul Rasyid Masri, M.Si., M.Pd.



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dalam setiap penelitian, setiap peneliti pasti membutuhkan teori- teori yang berkaitan dengan objek yang akan dikaji dalam penelitinnya. Teori yang digunakan atau diperoleh oleh peneliti adalah teori yang sudah teruji kebenarannya atau dengan kata lain teori itu dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dari sumber- sumber yang terpercaya. Maka dari itu dalam setiap penelitian rujukan atau yang sering kita sebut sebagai daftar pustaka sangat dianjurkan bahkan diwajibkan. Mengapa? Karena, apa-apa yang telah kita jadikan sebuah rujukan haruslah relevan dan akurat dengan keadaan atau daftar rujukan yang kita ambil.
Adapun Penelitian biasanya diawali dengan ide-ide atau gagasan dan konsep-konsep yang dihubungkan satu sama lain melalui hipotesis tentang hubungan yang diharapkan. Ide-ide dan konsep-konsep untuk penelitian dapat bersumber dari gagasan peneliti sendiri dan dapat juga bersumber dari sejumlah kumpulan pengetahuan hasil kerja sebelumnya yang kita kenal juga sebagai literatur atau pustaka. Literatur atau bahan pustaka ini kemudian kita jadikan sebagai referensi atau landasan teoritis dalam penelitian.
Penelusuran atau pencarian pustaka yang relevan seyogyanya juga dilakukan sebelum kegiatan atau pelaksanaan penelitian itu berjalan. Kepustakaan atau literatur yang dijadikan landasan dalam kajian teori ini akan memiliki arti dalam mempertimbangkan cakupan penelitian yang sedang dikerjakan. Studi kepustakaan ini juga memiliki peranan atau fungsi yang sangat penting.
Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka data ditarik beberapa rumusan masalah yaitu:
1.      Apa pengertian dari penelitian kualitatif?
2.      Apa landasan teoritis dalam penelitian kualitatif?









BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Penelitian Kualitatif
Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); sering juga disebut dengan metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan ntuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana penelitiadalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebihn menekankan makna dari pada generalisasi. dalam penelitian kualitatif, manusia sebagai intrumen atau yang niasa disebut sebagai human instrument. Untuk dapat menjadi intrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.[1]
Penelitian dengan pendekatan kualitatif menekankan analisis proses dari proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kualitatif, diantaranya:
1.      Menurut menurut Sugiyono seperti yang dikutip oleh Imam Gunawan, masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentatif, dan berkembang dan berganti setelah peneliti berada di lapangan.
2.      Menurut Flick, penelitian kualitatif merupaka keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode ini diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian yang meliputi orang, lembaga berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya.
3.      Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).[2]
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas. Penelitian ini mengiterpretasikan  bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting), yang alamiah (naturalistic) bukan hasil dari (treatment) atau manupulasi variabel yang dilibatkan.

B.   Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif
Kajian penelitian kualitatif berawal dari kelompok ahli sosiologi pada tahun 1920-1930, yang memantapkan pentingnya penelitian kualitatif untuk mengkaji kelompok hidup manusia.[3]
Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian: suatu penyataan sistematis yang yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris. Orientasi atau perspektif teoritis adalah cara memandang dunia, asumsi yang dianut orang tentang suatu yang penting, dan apa yang membuat dunia bekerja.[4] Pada dasarnya landasan teoritis dari penlitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomolofi. Seorang peneliti yang mengadakan penelitian kualitatif biasanya beriorentasi pada teori yang sudah ada.
1.      Fenomenologis
Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki sederet asumsi subjektif tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial. Sosiologi fenomenologi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Yang utama dari pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu berpijak kepada  (yang eksperiensial). Baginya, hubungan antarapersepsi dengan objek-objek pengalaman. Prinsip  ini yang kemudian menjadi pijakan bagi setiap penelitian  kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas.
Upaya Schultz sendiri merupakan kelanjutan dari upaya Husserl yakni mengkaji cara-cara anggota masyarakat menyusun dan membentuk ulang alam kehidupan sehari-hari. Schultz menekankan bahwa kesadaran dan interaksi bersifat saling membentuk. Ia mengatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan perhatian pada cara-cara dunia (kehidupan) yang diciptakan dan dialami oleh masyarakat. Perspektif subjektif merupakan satu-satunya jaminan yang perlu dipertahankan agar dunia realitas sosial tidak akan pernah digantikan oleh dunia fiktif.  Subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang tidak boleh dilupakan ketika para peneliti sosial memaknai objek-objek sosial.[5]
Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bag orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para sunjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peritiwa dalam kehidupannya sehari-hari.[6]
Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai persfektif filosofi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodelogi kualitatif. Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi –interpretasi manusia.
Ada beberapa ciri pokok dari fenomenologi yang dilakukan oleh  peneliti fenomenologis, yaitu:
a.       Fenomenologis yang cenderung mempertentangkannya dengan ‘naturalisme’, yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
b.      Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan oleh Husserl ‘Evidenz’ yang dalam hal ini merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan lainnya yang mencakupi sesuatu dari segi itu.
c.       Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.
Para fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal yang lainnya daripada dirinya sendiri. Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada kontrol diri terhadap kesadaran terstruktur. Analisis fenomenologis berusaha mencari untuk menguraikan ciri-ciri dunianya seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan, dan apa yang tidak dan dengan aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan.[7]
2.      Interaksi simbolik
Bersamaan dengan perspektif fenomologis, pendekatan ini berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan untuk mereka.
Aliran ini menunjang dan mewarnai kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan atas interaksi simbolik adalah asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi orang dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain.[8]
 Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan bantuan orang lain seperti orang-orang masa lalu, penulis, keluarga, pemeran di televisi dan pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar tempat mereka bekerja atau bermain, namun orang lain tidak melakukannya untuk mereka. Melalui interaksi seseorang membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu (misalnya mahasiswa dalam ruang kuliah tertentu) sering mengembangkan difinisi bersama (atau “perspektif bersama” dalam bahasa interaksi simbolik) karena mereka secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keharusan. Di pihak lain sebagian memegang “definisi kebersamaan” untuk menunjuk pada “kebenaran”, suatu pengertian yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat oleh orang yang melihat sesuatu dari sisi yang lain. Bila bertindak atas dasar definisi tertentu, sesuatu barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada orang seorang ada masalah, dan masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat meniadakan yang lama, dengan kata lain dapat berubah. Bagaimana definisi itu berubah atau berkembang merupakan pokok persoala yang diteliti.[9]
Dalam interaksi simbolik terdapat beberapa prinsip dalam menafsirkan prilaku manusia. Penganut interaksionis berasumsi bahwa analisis lengkap prilaku manusia akan mampu menangkap makna simbul dalam interaksi. Pakar sosiologi harus juga menangkap pola prilaku dan konsep diri. Konsep itu beragam dan kompleks, verbal dan non verbal, terkatakan dan tidak terkatakan.
Ada beberapa prinsip dari metodelogi yakni:
a.       Sosial dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta, kita harus mencari yang lebih jauh, yaitu mencari konteks seningga dapat ditangkap simbul dan maknanya.
b.      Karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri obyek dengan demikian menjadi penting. 
c.       Peneliti harus sekaligus mengaitkan antara social dengan jati diri dengan lingkungan dan hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait dengan konsep sosiologik tentang struktur social dan lainnya.
d.      Hendaknya direkam stuasi yang menggambarkan social dan maknanya, bukan hanya merekam fakta sensual saja
e.       Metode-metode yang digunakan hendaknya mampu mereflesikan bentuk prilaku dan prosesnya.
f.        Metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna di balik interaksi. Kadangkala ada interaksi yang menunjuk tentang perbedaan hasil penelitian pada daerah kasus yang sama. Perlu dipertimbangkan bahwa banyak sekali kemungkinan terjadinya perbedaan hasil penelitian, karena memang obyek yang diobservasi berbeda , atau analisisnya berbeda, atau yang dipertanyakan berbeda.
g.      Sesitizing (yaitu sekedar mengarahkan pemikiran) itu yang cocok dengan interaksionisme simbolik dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih operasional menjadi scientific concepts.
Bila prinsip ketujuh ini digunakan, nampaknya mengembangkan interaksionisme simbolik yang phenomologik akan mengarah ke pemikiran statistik kuantitatif.[10]
3.      Etnometodologi
Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjukkan pada mata pelajaran yang akan diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupan sehari-hari. Subjek etnometodologi bukanlah anggota suku-suku terasing, melainkan orang-orang dalam berbagai macam situasi pada masyarakat kita. Etnometodologi berusaha bagaimana orang-orang melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka.[11]
Sejumlah orang berpendidikan teah terpengaruhi oleh pendekatan ini. Pekerjaan mereka kadang-kadang sukar dipisahkan dari pekerjaan peneliti kualitatif lainnya. Mereka cenderung melakukan pekerjaan-pekerjaan tentang isu yang besifat mikro, dengan pengungkapan dan kosa kata khusus, dan dengan tindakan dengan rinci dan pengertian. Penelitian demikian menggunakan istilah-istilah pengertian secara common sense, kehidupan sehari-hari, dan memperhitungkan. Menurut pada etnometodolog, penelitian bukanlah merupakanusaha ilmiah yang unik, melainkan lebih merupakan penyelesaian praktis. Mereka menyarankan agar kita melihat secara hati-hati pada pengertian akal sehat tempat pengumpulan data itu dilakukan. Mereka mendorong peneliti untuk bekerja dengan cara kualitatif untuk lebih peka terhadap kebutuhan tertentu menurut mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat, pandangan mereka sendiri, daripada mempertimbangkannya.
Selain landasan teoretis tersebut di atas dalam penelitian kualitatif dimanfaatkan juga apa yang dinamakan pendekatan (approach). Pendekatan penelitian kualitatif merupakan cara berpikir umum tentang cara melakukan penelitian kualitatif. [12]



BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
1.      Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana penelitiadalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebihn menekankan makna dari pada generalisasi. dalam penelitian kualitatif, manusia sebagai intrumen atau yang niasa disebut sebagai human instrument.
2.      Landasan teoritis penelitian kualitatif yakni:
a.       Fenomenologis
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bag orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang.
b.      Interaksi simbolik
Aliran ini menunjang dan mewarnai kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan atas interaksi simbolik adalah asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi orang dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain
c.       Etnometodologi
Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupan sehari-hari.
B.   Saran
Adapun implikasi dari penulisan makalah ini agar kiranya pembaca dapat memahami materi yang telah dibahas pada makalah ini sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.
















DAFTAR PUSTAKA

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Kastowo Jatilawang, Teori-Teori Pendukung Penelitian Kualitatif Dan Penyusunan Kerangka Konseptual, (artikel) http://jatilawang-tulisan.blogspot.co.id/2011/04/teori-teori-pendukung-penelitian.html (13 April 2017)
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
                              , Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cet. XXIV; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
Moh. Najib, Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif, diposting tanggal 18 maret 2013, http://my-dock.blogspot.co.id/2013/03/dasar-theoritis-penelitian kualitatif.html, diakses tanggal 5 April 2017
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research, diterjemahkan oleh Dariyatno dkk, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif, Equilibrium, Vol. V, No. 9, Januari-Juni 2009.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008.
                                                                                                    





[1]Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2008), h. 2
[2]Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 82
[3]Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif (Equilibrium, Vol. V, No. 9, Januari-Juni 2009), h. 2.
[4]Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Cet. XIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 8.
[5]Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research, diterjemahkan oleh Dariyatno dkk, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 336.
[6]Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 9
[7]Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXIV; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 15-16.
[8]Kastowo Jatilawang, Teori-Teori Pendukung Penelitian Kualitatif Dan Penyusunan Kerangka Konseptual, (artikel) http://jatilawang-tulisan.blogspot.co.id/2011/04/teori-teori-pendukung-penelitian.html (13 April 2017)
[9]Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, h. 20.
[11] Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, h. 25.
[12]Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, h. 25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar